Kamis, 27 Desember 2012

Sumpah, Bukan Sekedar Afirmasi!

Afirmasi tanpa tindakan nyata telah menjadi kecendrungan umum yang menonjol dan sering dijumpai pada sikap para politikus kita saat ini, terutama bila dipersangkutkan  pada persoalan-persoalan seperti: persoalan kenegaraan, partai, penyelewengan jabatan, penunggangan terhadap demokrasi, pendidikan, kisruh agama, de-forestasi, dll.

Sudah terlampau sering kita disuguhi anekdok tentang politikus yang tersangkut suatu perkara yang ujung-ujungnya buntu di pengadilan. Sebelum palu diketok, pernyataan sikap muncul disana-sini, lawan menyerang sengik, kawan berbelah sungkawa, dan mereka yang tak punya kepentingan tapi karena soal citra, lantas merasa jadi punya kepentingan. Terjadilah kehebohan berdasar klaim kebenaran versi masing-masing yang kadang-kadang disadur sana-sini. Al-hasil memancing orang lain untuk ikut ribut-ribut.

Lantas, apakah perkara tuntas hingga keakar-akarnya?

Tuntas tentu banyak tafsirannya. Dan tafsiran yang paling membingungkan adalah tafsir terhadap perkara yang sengaja ditutup-tutupi (sengaja dibuat kabur?) ritual pengadilan disulap sedemikian rupa hingga mendekati realita sinetron yang terus berlanjut, yang sepertinya sengaja digiring hingga “episode tanpa akhir”.

Memang susah diterima akal sehat: Bagaimana mungkin seorang yang disumpah dengan “kitab suci” diatas kepala, nyatanya nyeleneh dan mengambil peran nakal dalam mereduksi kebenaran menuju kebenaran lain (kebenaran yang menguntungkan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Labels