Selasa, 28 Desember 2010

Humaniora-Teroka di Era Konvergensi


Oleh: Sudarno

The World Is Flat, Merupaka judul sebuah buku yang ditulus oleh Thomas L Friedman (2006), seorang kolomnis Foreign Affairs, The New York Times. Istilah ini kini menginspirasi banyak orang tentang capaian teknologi di bidang informasi dan Telekomunikasi dewasa ini. Dimana, arus perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi kian pesat dan hampir-hampir saja tak terbendung.

Fakta menunjukkan bahwa, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) bermuara pada percepatan disegala bidang dan segala segi kehidupan manusia. Semua serba dipercepat; ruang, waktu, dan teritori dimodifikasi sedemikian rupah sehingga hambatan-hambatan tersebut semakin samar dan terkaburkan. Persoalan teritori wilayah, bahkan bahasa sebagai alat komunikasi itu sendiri, tidak lagi menjadi kendala yang bersifat mustahil untuk ditaklukkan.

Kemajuan teknologi dibidang telekomunikasi ternyata cukup menjanjikan, teruhlah semisal: layanan hiburan yang bersifat real time, semua orang kini dapat berbagi data dan file, ada ruangan untuk bersekolah, area untuk berdiskusi dan konsultasi, akses layanan jasa dan pembayaran (listrik, tolepon dll), transaksi jual-beli, meeting karyawan dan menejer, dan bahkan gedung perkantoran atau sekolah sekalipun dapat saja diletakkan dalam satu genggaman yang praktis dan muda dibawa kemana saja.

Diperkiran, dimasa yang akan datang?, ketika era-konvergensi benar-benar terwujud serta didukung oleh perkembangan perangkat penetrasi yang memadai. Manusia akan menjadi makluk yang Super-mobile. Informasi menjadi barang kamoditi, barang konsumsi, dan kebutuhan dasar setiap individu. Efisiensi waktu semakin tinggi, jarak tidak lagi menjadi penghambat yang signifikan dalam pergaulan dan interaksi antara sesama manusia.

Teknologi adalah motor penggerak dari modifikasi dan percepatan itu, ia elan vital pembaharuan yang tak lagi dapat dielakkan atau ditolak kehadirannya. Sedemikian besar pengaruhnya, sampai-sampai berdampak pada perubahan pola komunikasi dan relasi manusia dewasa ini. Ia lahir dari cita-cita dan ide besar – Adi karya manusia yang sudah barang tentu dimaksudkan untuk tercapainya penghidupan yang lebih baik.

Hanya saja, cita-cita dan ide besar itu sendiri seringkali melahirkan bias bila mana tidak dihayati dan dijiwai seutuhnya.

Betapa nyata capaian teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini. Namun ada saja masyarakat tertentu yang masih tetap apatis pada perkembangan yang ada. Tentunya dengan sekelumit alasan, semisal: sinyal Hp berdampak buruk pada kinerja otak manusia. Maka dengan itu ia tak mau menggunakan HP. Atau yang lebih ekstrim lagi. Perkembangan teknologi dan informasi adalah anak kandung dari proyek globalisasi. Dan globalisasi itu sendiri tak lain dari westernisasi atu secara spesifik Americanisasi.

Tentu tidak cukup adil bila menuntut kemajuan teknologi sebagai penanggung jawab atas semakin cepatnya degradasi moral, kejahatan yang semakin terorganisir, maraknya cyber crim, dan sekian banyak lagi penyimpangan-penyimpangan yang barangkali saja secara otomatis telah dialamatkan langsung sebagai dampak negatif dari pesatnya pertumbuhan industri telekomunikasi dan informasi dewasa ini.

Demi menjawab persoalan ini, tentu tidak cukup arif pula bila hanya sekedar mencatat sederetan daftar riwayat sumbangsi yang telah dipatrikan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dalam kehidupan manusia dewasa ini.

Oleh karena itu, tulisan ini mencoba menyoroti implikasi dari pesatnya perkembangan teknologi informasi dewasa ini, yang sudah barang tentu memiliki implikasi secara langsung maupun tidak langsung bagi manusia dalam berkehidupan. Khsusnya kemajuan pesat yang dicapai oleh teknologi seluler dewasa ini serta bagaiman mensikapi kemajuan itu sendiri. Ada tiga aktor penentu yang patut disoroti terkait isu persoalan tersebut


Pemerintah (Regulasi Pemerintah)
Diharapkan, jaringan internet bisa menjangkau seluruh desa di Indonesia pada tahun 2010….., . Khusus untuk telekomunikasi. Tahun 2010, seluruh desa dan kecamatan telah terhubung dengan infrastruktur informatika yaitu telefoni dan internet i

Internet masuk desa merupakan bagian dari agenda program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Agaknya, langkah ini merupakan tindak lanjut dari program Kabinet Indonesia Bersatu sebelumnya. Berdasarkan data yang dirilis oleh Depkominfo; Untuk mendukung program jaringan internet masuk desa tersebut, dana sebesar Rp 1,4 triliun telah dianggarkan dan diharapkan program tersebut tuntas tahun 2010.

Janji pemerintah ini sejalan dengan visi World Summit on Information Society yang memandatkan bahwa; Sebelum 2015, paling tidak separuh penduduk dunia harus memiliki akses langsung ke internet. Selain itu, pemerintah juga memiliki program akses internet universal, yaitu mengupayakan agar internet bisa menjangkau seluruh desa.

Terkait dengan program tersebut, akses internet tentu telah banyak dinikmati oleh kalangan masyarakat mulai dari perkotaan hingga pedesaan, terlebih lagi kecanggihan perangkat seluler telah memumpuni untuk sekedar akses internet. Jika mengacu pada survei yang diadakan oleh operah mini, seperti dikutip detikINET dari News Factor, Minggu (28/11/2010); 90 persen responden di negara-negara berkembang seperti Nigeria, Afrika selatan dan Indonesia ternyata lebih gemar mengakses web dari ponsel. Menariknya lagi, survei ini belum memasukkan para pengguna smart phone sebagai kategori pengakses internet lewat ponsel.
Meski demikian, capaian ini ternyata tidak merata menjangkau seluruh lapisan masyarakat ditanah air, sebut saja semisal Indonesia dikawasan timur. Agaknya, selalu ada kesan bahwa pembangunan infrastruktur dikawasan timur selalu dinomor duakan. Isu semacam ini sudah barangtentu menjadi tantangan tersendiri bagi Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Cukup menarik bila menyimak pernyataan Menkominfindo awal Desember 2010; “Setiap pertumbuhan 1% pada sektor telekomunikasi, sanggup menyumbang pertumbuhan sebesar 5% pada sektor ekonomi.... Ini bukan lagi asumsi atau perkiraan semata, akan tetapi telah menjadi fakta yang tak dapat dibantah” (Tifatul Sembiring)ii

Senada dengan pernyataan itu, terkait lambanya pembangunan infrastruktur dikawasan timur. Bukankah pemerintah dapat saja menggandeng beberapa operator yang kini telah beroperasi dikawasan itu untuk bekerjasaman menstimulasi dan membantu program-program yang selama ini dicanangkan oleh pemerintah -- demi tercapainya pembangunan sosio-ekonomi masyrakat yang lebih baik. Tersedianya akses informasi yang memadai dan didukung oleh biaya yang relatif terjangkau, tentu menjadi harapan bagi semua pihak ditengah minimnya infrastrutur terutama sarana dan prasarana transportasi. Seperti diketahui bersama bahwa, sarana transportasi merupakan elemen vital tercapainya pembangunan ekonomi.

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada. Kawasan timur sendiri memiliki teritori laut yang cukup luas serta terdiri dari gugusan kepulauan yang terbentang sejauh kawasan Nusantara merentang. Kondisi geografis ini tentu membutuhkan strategi kebijakan tersendiri. Dalam hal ini, pembangunan ke-maritim-an (investasi disektor maritim). Potensi alam dikawasan timur juga tidak kalah melimpah dibanding dengan kawasan lain Indonesia. Sebut saja semisal wisata; wakatobi, Bunaken, pulau komodo, dan masih banyak lagi objek wisata lain yang tentunya tidak kalah potensial bila dibandingkan dengan Bali (Objek wisata andalan Indonesia saat ini).

Umumnya kendala pertama yang dihadapi oleh pemerintah setempat adalah persoalan bagaimana memperkenalkan potensi-potensi wisata tersebut kepada para investor, para pelancong dan masyarakat umu tentunya.

Respon Swasta (Operator)
Ada masa ketika, konsumen memburuh kartu perdana karena jumlah yang beredar dipasar membludak, terlebih lagi masing-masing vendor penyedia kartu menawarkan bonus yang menjanjikan. Bayangkan saja kartu yang biasanya berisi pulsa 5.000, 10.000, dan 15.000’an, dijual dibawa harga lima ribuan. Tidak sampai disitu saja, pertumbuhan ekonomi China yang mencetak rekor PDB rata-rata setiap tahunnya mencapai angka dua digit ternyata berkolerasi positif dengan tersedianya gadget (seluler) yang murah, terlebih lagi telah diberlakukannya free trade dikawasan ASIA. Alhasil, indonesia yang terdiri dari berbagai kepulauan (seribu pulau) memiliki respon tersendir terhadap menculnya era baru -- era teknologi informasi dan komunikasi ini.

Bagi masyarakat ditanah air, memiliki Hp lebih dari satu tentu hal yang sangat lumrah dijumpai dalam keseharian. Melihat kecendrungan itu, beberapa vendor gadget tertentu mensiasati perilaku konsumen ini dengan memproduksi Hp yang terintegrasi lebih dari satu Sim Card (dual sim on/triple sim on)

Dua tahun belakangan ini, sejak teknologi 3G diluncurkan, arah baru komunikasi mengalami perubahan yang cukup fundamental, teknologi internet telah merambah kedalam industri seluler. Al-hasil pola kominikasi para penggunan seluler berubah, dulunya hanya sekedar komunikasi via voice, kini ditambah dengan komunikasi data. Tren laris-manisnya smart phone dipasaran tentu merupakan indikasi dari semakin meningkatnya kebutuhan para pelanggan seluler terhadap akses komunikasi dan informasi yang terpadu. Disamping itu layanan Internet mobile merupakan layanan baru yang tampaknya cukup laris dipasaran, operator-operator seluler domestik cukup gencar menawarkan produk masing-masing.

Mencermati perubahan-perubahan tersebut. Sepertinya ada indikasi bahwa; perilaku konsumen yang syarat akan muatan kebutuhan dan selerah ternyata cukup dominan dalam mempengaruhi pasar telekomunikasi domestik. Tesis ini dapat diperkuat lagi bila mana; Ramainya jumlah operator seluler domestik secara otomatis mengindiasikan adanya persaingan yang kompetitif.

Saat ini operator seluler yang berkompetisi di pasar domestik mencapai 11 operator, jauh lebih banyak dari Singapura, Filipina, dan Malaysia (ketiganya hanya terdapat tiga operator). Thailand sendiri (lima operator), Amerika Serikat (empat operator), India (enam operator), dan China (dua operator)iii.

Jika menilik teori dasar disiplin ilmu ekonomi. Tentunya, indikasi dari besarnya jumlah kompetitor ini adalah adanya persaingan yang kompetitif diantara operator-operator seluler yang ada sehingga tarif seluler mejadi murah dan tersedia varian pilihan jasa seluler yang berkualitas sama dipasaran. Hanya saja market leader revenue Industri seluler domestik masih di atas kisaran 50 persen dari seluruh industri yang ada -- Menurut KPPU itu masih mengindikasikan adanya monopoli.

Andaikan memang demikianlah kenyataannya, maka pekerjaan terberat operator-operator seluler domestik bukan pada bagaimana menciptakan atau mengkondisikan supaya pasar lebih kompetitif sebab itu merupakan wilayah kerja regulator (pemerintah). Kerja berat yang justru menunggu adalah bagaimana membantah hukum inovasi yang entah bagaimana rumusan awalnya, sehingga; setiap permunculan inovasi baru, terutama dibidang teknologi, selalu saja disertai oleh biaya yang tidak murah. Adakah ini semacam rumusan yang telah baku dan tak dapat lagi diganggu gugat kebenarannya.

Sejak reformasi politik dan reformasi telekomunikasi dimulai (1999) Yang ditandai dengan lahinya Era-revormasi dan UU Nomor 36, serta keputusan Menteri Perhubungan No 72/1999. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) diharapkan menjadi kunci penentu masa depan bangsa. ICT ibarat katalisator perubahan dalam bidang sosial-budaya kemasyarakatan, pengembangan kehidupan politik yang lebih demokratis, pendidikan, dan peningkatan kapasitas governance di berbagai sektor pembangunan - termasuk pelayanan publik. Industri seluler merupakan salah satu penentu dari harapan itu mengingat, jasa seluler begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Bukankah Program ekonomi kreatif, wacana enterprenuer muda, dana bantuan pendidikan dan banyak lagi program pemerintah untuk memajukan bangsa. Harapannya, program-program tersebut semaksimal mungkin dapat tersosialisasikan dan terealisasikan serta tepat sasaran demi menjawab angka pengangguran yang tak kunjung terentaskan. Jasa seluler tentu memiliki peran vital dalam menjawab tantangan ini.



Masyarakat (Modal sosial)
Seperti disebutkan Thomas Friedman dalam (The Lexus and The Olive Tree : Understanding Globalization) bahwa: Siapa yang menguasai informasi akan menguasai dunia. Dan benarlah bahwa; yang berkuasa di era ini adalah mereka yang menguasai jaringan telekomunikasi software dan hardware serta menguasai kreatifitas.

Tentu tidak berlebihan bila berpendapat bahwa; Masyarakat yang memimpin peradaban dunia adalah masyarakat yang menguasai informasi.

Bicara soal masyrakat yang beradab, tentu takbisa lepas dari moralitas sebagai tolak ukurnya, meski moralitas bukanlah satu-satunya tolak ukur. Hanya saja perlu dicermati bahwa; Sehebat apapun capaian kemajuan suatu masyarakat jikalu capaian itu tidak diimbangi oleh pembangunan moral yang baik, tentulah capaian itu tak lain dari rimba moderen dimana semua orang dapat saja menjadi korban keganasannya.

Moralitas tentu bukanlah baju seragam, dimana Instansi tertentu dapat saja, atau diharuskan mencetak moral secara massal berdasarkan nilai-nilai universal yang ada. setelah itu dibagi secara massal pula agar semua orang menjadi lebih bermoral. Tapi ia adalah nilai yang lahir atas dasar adanya relasi antar sesama manusia. Semakin intens dan intim relasi itu, maka moralitas itu sendiri mendapat kesempatan untuk merumuskan dirinya.

Dalam konteks masyarakat indonesia dewasa ini, bagaimanakah moralitas itu merumuskan dirinya, dimana Internet sebagai media komunikasi dan interaksi sosial bukan lagi barang mahal dan telah menjelmakan dirinya sebagai ruang publik, apalagi setelah era-konvergensi IT dan Telekomunikasi semakin maju, lewat ponsel pun bisa internetan. Beberapa fasilitas hotspot telah digratiskan. Jaringan nir-kabel (internet mobile) semakin maju dan canggih, hal ini ditandai dengan semakin gencarnya operator seluler dalam berlomba untuk mengintegrasikan layanan internet pada produknya. Lewat media, promosi semakin gencar dilakukan.

Dari semua hingar-bingar kemajuan itu, ada saja orang-orang tertentu yang bertindak mencederai (mengotori) ruang publik; maraknya situs-situs porno, penyebaran video mesum lewat situs jejaring sosial, cyber crim, dan banyak lagi modus-modus lain yang intinya mencederai dan mengotori ruang publuk dunia maya.

Maraknya situs-situs dewasa online melahirkan kekhawatiran berbagai kalangan; Bagaimana seharusnya memfilter informasi yang tidak perlu dan sangat tidak sehat untuk dikonsumsi. Para pendidik dan orangtua dipusingngkan tentang bagaimana memfilter informasi sampah yang membanjiri perengkat-perangkat komunikasi yang saat ini menjangkau kehidupan anak-anak remaja yang tergolong masih labil dan rentan kepribadiannya.

Inilah permasalahan kita sekarang ini, haruskah kita terus-menerus berkutat pada persoalan yang itu-itu saja sementara negara lain sudah melangkah jauh menyongsong peradaban mereka.

Tengoklah kondisi rill Indonesia dewasa ini?; Jalan diperkotaan langganan macet, jaduwal masuk sekolah mesti dimajukan untuk mengurangi kemacetan. Biaya pendidikan yang semakin tidak terjangkau oleh banyak kalangan. Akibatnya siswa/mahasiswa lebih banyak berdemo ketimbang belajar, biaya mahal yang tak terjangkau terutama masyarakat kalangan bawah (miskin) menjadikan angka putus sekolah dari tahun ketahun sangat tinggi. Biaya ekonomi tinggi, karena sosialisasi aturan dan infrastruktur yang tidak maksimal. Pemerataan pembangunan dan pembagian kue pembangunan yang tidak merata, dan ada banyak lagi deretan masalah-masalah yang mesti diperbaiki.

Meskipun secara sadar, segala persoalan bangsa yang ada sekarang ini jelas tidak dapat diselesaikan hanya dengan sekedar pencapain teknologi IT dan telekomunikasi yang lebih maju dan memadai, namun setidaknya perlu adanya stimulus kearah berkehidupan yang lebih baik lagi ketimbang yang kita miliki sekarang ini.

Bukankah tidak ada salahnya berkaca pada kemajuan yang dicapai India saat ini?. Pasca merdeka dari Inggris, India adalah negara yang sangat miskin. Namun kenyataan sekarang ini sangat jauh berbeda dengan India yang dikenal dulu. India kini memiliki sekumpulan perusahaan-perusahan yang bertempat dikawasan Bhavya dan Bangalore, diman peusahaan-perusahaan tersebut mampu menyediakan tenaga kerja yang handal, kompetitif, dan mampu bersaing dengan tenaga-tenaga ahli dunia (dinegara-negara yang maju dan mapan). Kompetitif, handal ditambah dengan harga jasa mereka yang murah.

Siapa sangka India yang dulu dikenal sebagai negara miskin dapat melaju dengan cepat. India mencapai perkembangan teknologi IT dan Telekomunikasi yang sangat fenomenal dan patut untuk dijadikan cerminan kemajuan saat ini. Kini India identik dengan teknologi IT dan Telekomunikasi. Banyak orang India yang menjadi pakar dan tenaga ahli diberbagai negara. Dan menariknya, mereka tidak mesti harus meninggalkan negaranya untuk bekerja dinegara lain, sebut saja misalkan bekerja di perusahaan dan instansi-instansi di Amerika yang memiliki rantai bisnis yang telah mengglobal seperti Dell, American On Line (AOL), dan tentunya Microsoft yang terkenal itu. Mereka tinggal teken proyek dan dikerjakan dirumah sendiri, kemudian setor melalui perangkat teknologi yang canggih. Contoh lain, misalkan di Jepang. Para petani, nelayan, dan peternak melakukan transaksi jual belinya lewat internet. Mereka tinggal bernegoisiasi, bila telah bersepakat, barang dikirim dan uang ditransfer secara On Line.
.................

Pertanyaan yang akan muncul kemudian. Cara seperti apa yang mesti ditempu, sehingga kemajuan semacam itu dapat dicapai?. Setiap orang tentu memiliki jawaban masing-masing. Dan, tentu tidak ada salahnya juga bila mencemati Dunia Datar ala Thomas L Friedman; Dunia yang bersumbu pada perkembangan dan kemajuan teknologi Invormasi dan Telekomunikasi. Siapapun yang ingin menjadi pemain didunia yang semakin mengglobal sekarang ini, maka ia harus menguasai perangkat globalisasi yaitu IT dan Telekomunikasi. Informasi dunia kerja dapat diperoleh dengan mudah, informasi input (alat, material) produksi, searching, outsoursing, menjaring dan mengelola peluang dan lain sebagainya dapan dilakukan denagan media internet. Intinya adalah bagaimana komunikasi dan relasi itu dibangun.

Semakin intens komunikasi itu terjalin dimana masyarakat dapat saling berbagi, maka semakin terbukalah ruang aktualisasi diri. Dengan adanya semangat aktualisasi itu, lambat laun modal sosial bertumbuh seiring bertumbuhnya kesadaran individu masyarakat

Siapakah peneroka itu? Tentu bisa datang dari kalangan mana saja. Pemerintah punya power berupa kebijakan dan produk legalitas UU, korporasi memiliki himpunan capital sebagai sarana mencipta dan mengembangngkan produk-jasa teknologi, Sementara masyarakat sendiri memiliki modal sosial.



i Presiden Susilo Bambang Yodoyono dalam pidato kenegaraan di Gedung Nusantara DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/8/2009)

ii Dalam wawancaranya disalah satu stasiun televise nasional (Desember, 2010)

iii Wahyu Utomo; Jurnas -2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Labels