Jumat, 25 September 2009

Akses Internet dan Targetan 2010



Sepatutnya pemerintah dan swasta melakukan suatu kerjasama yang lebih terpadu dan ter-integrasi dalam mewujudkan proyek internet masuk desa.


Pemerintah tampaknya sangat serius untuk mengajak masyarakatnya melek internet. Dana sebesar Rp1,4 triliun, (Berdasarkan data Depkominfo) dialokasikan khusus untuk mendukung program jaringan internet masuk desa. Dengan targetan program tersebut tuntas pada 2010. Meski untuk kawasan Indonesia Timur belum cukup terintegrasi secara memadai dalam program ini.

Meski begitu, ini adalah awal yang baik. Tentunya selama satu tahun kedepan kawasan barat Indonesia telah selesai garapannya dan pada tahun berikutnya, konsentrasi dapat dialihkan pada kawasan timur yang miskin infrastruktur.

Sementara itu, pesatnya perkembangan layanan internet pada operator seluler semakin menyajikan suatu kenyataan yang amat menjanjikan. Wacana dan isu konvergensi IT dan Telekomunikasi rasanya belumlah lama digulirkan dan masih sangat hangat untuk diperbincangkan. Tanpa dinanya, tau-tau kenyataan itu datang begitu saja mempertontonkan kecanggihannya. Transfer data, audio, video telah dapat dilakukan dengan satu alat saja. Simple, prektis, mobile, dan tentunya murah.

Getol meluncurkan produk berbasis transfer, share, dan interaktif. Operator-operator seluler semakin menunjukkan keseriusannya dalam menggarap visi konvergensi teknologi. Apalagi fendor-fendor elektronik semakin tergiring kedalam suatu persaingan yang kian kopetitif. Tentunya harapan dari kesemua itu adalah masyarakat semakin melek teknologi, punya akses informasi, serta produktifitas yang semakin meningkat dengan adanya akses informasi yang memadai.



Pentingnya kerjasama
Pasar telah menciptakan mekanismenya sendiri secara otonom. Imbasnya adalah arus perkembangan teknologi berpedoman penuh pada permintaan dan selerah pasar. Perangkat penetrasi (software-hardware) dicipta sesuai dengan kebutuhan pasar, dan model rancangannya pun merupakan adopsi dari model selerah pasar.

Tren perubahan dan pergeseran pasar dibidang perangkat-perangkat teknologi dewasa ini sebetulnya masih sangat wajar dan alamiah adanya, namun bukan berarti koreksi terhadap pasar menjadi sesuatu yang tidak penting dan tak berarti. Dalam hal ini, swasta dengan gerbong profit orinted-nya perlu diimbangi dengan kebijakan pemerintah yang tentunya pro-investasi, dan sekaligus pemerintah menjalankan kewajibannya dalam mengayomi masyarakat.

Fakta dilapangan menunjukkan bahwa; Inovasi baru dibidang teknologi selalu saja merupakan harga mahal yang mesti ditebus oleh masyarakat (konsumen). Sangat disayangkan jika biaya semahal itu sepenuhnya menjadi tanggungan masyarakat. Apatah lagi, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang masih tergolong berpendapat rendah dari sisi Income per-kapita.


Bangunan Asumsi
Menyimak semakin gencarnya usaha internetisasi yang digalakkan oleh pemerintah, seakan suatu bagunan asumsi sedang dirancang pondasinya. Jika asumsi dasar yang hendak dibangun adalah; “Semakin meluasnya akses terhadap jaringan internet, maka kesempatan akan akses informasi (pendidikan) semakin meluas dan memasyrakat pula”. Masyarakat tidak lagi terkendala dengan persoalan-persoalan pendidikan formal, baik dari segi biaya, maupun persoalan-persoalan lain yang menghambat terjadinya proses didik-mendidik itu sendiri.

Persoalan yang kemudian patut dicermati adalah; Apakah benar, biaya internet kini semakin murah?. Untuk jaringan kabel (konvensional) memang menunjukkan fakta yang sejalan dengan pernyataan itu. Tapi untuk jaringan nir-kabel yang dipandang jauh ebih inovatif, fleksibel, mobile, dan segala jeni kelebihannya cenderung terperangkap pada hukum eksplorasi teknologi itu sendiri “Teknologi baru tebusannya adalah biaya yang mahal”.

Bayangkan saja, salah satu operatur seluler lokal mematok harga untuk proses downloud/upload data sebesar satu megabit (1Mb) yang dihargai dengan seribu perak. Dalam kasus ini. Kita masih sangat sulit untuk menemukan adanya unsur edukasi – poor profit oriented.


Korporasi memiliki mekanisme profesionalisme-nya tersendiri. Sepanjang tahun 2008 hingga 2009. Operator-operator seluler terlibat perang tarif yang sengit. Agaknya untuk tahun 2010 perang tarif pun akan terjadi, meski garapannya kini berbeda – Layanan internet. Gejala-gejalanya telah tumbuh dan menjamur diakhir tahun ini.

Sesengit apapun perang tarif itu terjadi. Tentunya kasus kartel yang merugikan masyarakat tidak lagi terjadi.


Harapan
Tentunya, seiring dengan semakin meluasnya akses internet dikalangan masyarakat, maka alternatif pendidikan semakin beragam, murah, fleksibel, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak dapat terpenuhi sesuai dengan amanat konstitusi.

by: Sam-ka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Labels